Kaum Dhuafa

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Akhir-akhir ini banyak kejadian dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan bantuan dan uluran tangan. Akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang hingga sekarang belum ada ujungnya. Banyak terdapat kaum dhuafa yang membutuhkan uluran tangan dari semua yang berada di kalangan atas. Dhuafa   sendiri merupakan sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang tertindas.[1]

 

  1. Rumusan Masalah
  2. Apakah pengertian menyantuni kaum dhuafa?
  3. Siapa sajakah yang termasuk kaum dhuafa itu?
  4. Apa dalil hadis yang memerintahkan untuk menyantuni kaum duafa?
  5. Apa keutamaan menyantuni kaum dhuafa?
  6. Apa ganjaran menyantuni kaum dhuafa?
  7. Apa sanksi tidak menyantuni kaum dhuafa?

  1. Tujuan
  2. Menjelaskan pengertian menyantuni kaum dhuafa
  3. Menjelaskan siapa saja yang termasuk kaum dhuafa
  4. Menjelaskan dalil hadis yang memerintahkan untuk menyantuni kaum duafa
  5. Menjelaskan keutamaan menyantuni kaum dhuafa
  6. Menjalaskan ganjaran menyantuni kaum dhuafa
  7. Menjelaskan sanksi bagi yang tidak menyantuni kaum dhuafa

 

 

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Menyantuni Kaum Dhuafa

  1. Pengertian Menyantuni

Menyantuni kaum dhuafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk dhuafa. Untuk anak yatim, Islam memerintahkan kita untuk memeliharanya, memuliakannya dan menjaga hartanya sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa mengurus hartanya sendiri. Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan.

  1. Pengertian Dhuafa

Kaum dhuafa adalah golongan manusia yang lemah. Hidup dalam kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan, ketakberdayaan, ketertindasan, dan penderitaan yang tiada putus. Kaum dhuafa terdiri dari orang-orang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat

Berikut beberapa pengertian kaum dhuafa ditinjau dari beberapa segi:

  • Dari segi ekonomi

Dhuafa adalah mereka yang fakir dan miskin (tertekan keadaan) bukan malas.

  • Dari segi Fisik

Dhuafa adalah mereka yang kurang tenaga (bukan karena malas)

  • Dari segi Otak

Dhuafa adalah mereka yang kurang cerdas (bukan karena malas)

  • Dari segi Sikap

Dhuafa adalah mereka yang terbelakang (bukan karena malas).[2]

2. Pembagian Dhuafa

Menurut Ahdul Aziz al-Khayyat sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdurrahman Qadir, MA dalam bukunya, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial yang termasuk dalam kategori fakir miskin yang menjadi sasaran utama zakat adalah sebagai berikut:

  1. Anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnussabil (musafir), orang yang meminta-minta, hamba sahaya (al-Baqarah: 177)
  2. Tunanetra, orang cacat fisik, orang sakit (an Nuur: 61)
  3. Manusia lanjut usia (al Israa’: 23)
  4. Janda miskin (al Baqarah: 240)
  5. Orang yang berpenyakit sopak (lepra) (Ali Imran: 49)
  6. Tawanan (al Insan: 8)
  7. Mualaf, Orang-orang fakir, orang-orang yang berutang (gharimin), orang yang berjuang di jalan Allah (fii Sabilillah) (at Taubah: 60)
  8. Buruh atau pekerja kasar (ath Thalaq: 6)
  9. Nelayan (al Kahfi:79)
  10. Rakyat kecil yang tertindas (an Nisaa’:75)
  11. Anak-anak kecil dan bayi (al An’aam:140).[3]
  12. Perintah Menyantuni Kaum Dhuafa
  13. S. Al Isra: 26-27

ÏN#uäur #sŒ 4’n1öà)ø9$# ¼çm¤)ym tûüÅ3ó¡ÏJø9$#ur tûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# Ÿwur ö‘Éj‹t7è? #·ƒÉ‹ö7s? ÇËÏÈ

¨bÎ) tûï͑Éj‹t6ßJø9$# (#þqçR%x. tbºuq÷zÎ) ÈûüÏÜ»u‹¤±9$# ( tb%x.ur ß`»sÜø‹¤±9$# ¾ÏmÎn/tÏ9 #Y‘qàÿx. ÇËÐÈ

Artinya: 26. dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

  1. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
    1. Asbabun Nuzul

Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh At- Thabrani yang bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini. Rasulullah SAW, memberikan tanah di Fadak (tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah kepada Fatimah.[4]

  1. Kandungan

Pada ayat 26 menjelaskan kepada manusia bahwa orang yang mempunyai kelebihan harta mempunyai kewajiban untuk menyantuni atau menolong. Ditegaskan dalam ayat tersebut bahwa orang yang paling berhak untuk segera mendapat santunan adalah dari orang yang paling dekat dalam sebuah keluarga, yaitu:

  1. Keluarga dekat atau kaum kerabatnya
  2. Orang-orang miskin
  3. Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan

Dalam ayat 26 tersebut dengan tegas melarang manusia untuk bersifat boros dan menghambur-hamburkan harta untuk keperluan yang kurang bermanfaat. Sedangkan dalam ayat 27 Allah mengingatkan kepada manusia dengan memberikan tekanan bahwa perilaku boros adalah termasuk saudara syaitan. Dan  syaitan itu selalu ingkar kepada Allah SWT. Daripada untuk menghamburkan harta, masih banyak saudara kita yang memerlukan bantuan kita semua yang memiliki harta lebih.

Pemberian infak dari harta yang diperoleh haruslah dengan cara yang baik dan sesuai dengan kadar ketentuan yang layak. Allah SWT berfirman dalam Q. S. Al- Baqarah: 261 sebagai berikut,

$yg•ƒr’¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB óOçFö;|¡Ÿ2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚö‘F{$# ( Ÿwur (#qßJ£Ju‹s? y]ŠÎ7y‚ø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmƒÉ‹Ï{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? Ïm‹Ïù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî ÏJym ÇËÏÐÈ

Artinya: 267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Allah SWT memerintahkan umat Islam yang beriman agar memberikan infak atau nafkah sebagai hak bagi keluarga-keluarga yang dekat. Kemudian diberikan kepada orang-orang yang kekurangan atau orang-orang miskin, perlu juga diberikan kepada orang-orang yang dalam perjalanan atau ibnu sabil.[5]

Harta yang diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima hendaklah harta yang baik-baik dan masih disukai, dan jangan memberikan harta atau sesuatu yang kita sendiri sudah tidak menyukainya. Dalam memberikan bantuan kepada fakir miskin sesungguhnya yang dibutuhkan tidak sekadar materi saja. Tetapi juga perhatian dan hubungan persaudaraan sesama muslim.

Dalam membelanjakan harta seorang muslim harus sesuai dengan kemampuan dan tidak boleh bersifat boros. Boros dalam pandangan Islam sangat dilarang. Yang dianjurkan adalah pada posisi yang pas yaitu ditengah-tengah antara tidak boros juga tidak bakhil. Allah SWT berfirman

            Dalam Q. S. Al- Furqan: 67:

tûïÏ%©!$#ur !#sŒÎ) (#qà)xÿRr& öNs9 (#qèù̍ó¡ç„ öNs9ur (#rçŽäIø)tƒ tb%Ÿ2ur šú÷üt/ šÏ9ºsŒ $YB#uqs% ÇÏÐÈ

Artinya: 67. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

Ayat diatas memberikan suatu pemahaman bahwa Allah menyukai orang-orang yang tepat dalam mengelola harta kekayaan dan sesuai dengan peruntukannya. Allah SWT memberikan penghargaan dan balasan pahala yang jauh lebih banyak dengan apa yang kita berikan untuk menyantuni kaum dhuafa. Sebagaimana firman Allah dalam Q. S. Al- Baqarah: 261 sebagai berikut,

ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムóOßgs9ºuqøBr& ’Îû È@‹Î6y™ «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y™ Ÿ@Î/$uZy™ ’Îû Èe@ä. 7’s#ç7/Yߙ èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ï軟Òム`yJÏ9 âä!$t±o„ 3 ª!$#ur ììřºur íOŠÎ=tæ ÇËÏÊÈ

Artinya: 261. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah  adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.

Dalam Q. S. Al- Baqarah: 261 dengan jelas Allah SWT akan membalas kepada siapapun yang menafkahkan hartanya di jalan Allah termasuk menyantuni kaum duafa, dengan balasan yang berlipat ganda.

  1. S. Al Baqarah: 177

}§øŠ©9 §ŽÉ9ø9$# br& (#q—9uqè? öNä3ydqã_ãr Ÿ@t6Ï% É-Ύô³yJø9$# É>̍øóyJø9$#ur £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# ô`tB z`tB#uä «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ̍ÅzFy$# Ïpx6Í´¯»n=yJø9$#ur É=»tGÅ3ø9$#ur z`¿Íh‹Î;¨Z9$#ur ’tA#uäur tA$yJø9$# 4’n?tã ¾ÏmÎm6ãm “ÍrsŒ 4†n1öà)ø9$# 4’yJ»tGuŠø9$#ur tûüÅ3»|¡yJø9$#ur tûøó$#ur È@‹Î6¡¡9$# tû,Î#ͬ!$¡¡9$#ur ’Îûur ÅU$s%Ìh9$# uQ$s%r&ur no4qn=¢Á9$# ’tA#uäur no4qŸ2¨“9$# šcqèùqßJø9$#ur öNÏdωôgyèÎ/ #sŒÎ) (#r߉yg»tã ( tûïΎÉ9»¢Á9$#ur ’Îû Ïä!$y™ù’t7ø9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏnur Ĩù’t7ø9$# 3 y7Í´¯»s9’ré& tûïÏ%©!$# (#qè%y‰|¹ ( y7Í´¯»s9’ré&ur ãNèd tbqà)­GßJø9$# ÇÊÐÐÈ

Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

  1. Asbabun Nuzul

Dalam sebuah riwayat oleh Abdurrazaq dari Ma’mar dan dari Qatadah serta riwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul Aliyah menerangkan tentang Kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu shalat menghadap ke barat sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur sehingga turunlah Q. S. Al Baqarah ayat 177.

Dalam sebuah riwayat Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir yang bersumber dari Qatadah bahwa turunnya ayat tersebut sehubungan dengan pertanyaan seseorang laki-laki ya-ng ditujukan kepada Rasulullah SAW, tentang Al Birr atau kebajikan. Setelah ayat tersebut, Rasulullah memanggil kembali orang tersebut dan dibacakannya ayat itu kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan shalat fardhu. Pada waktu itu, apabila seseorang telah mengucapkan syahadat, kemudian meninggal di saat beriman, maka harapan besar ia mendapatkan kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu apabila shalat menghadap ke barat, sedangkan kaum Nasrani mengarah ke timur.[6]

  1. Kandungan

Pada ayat ini yang dimaksud dengan kebaikan adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan senantiasa mewujudkan keimanannya di dalam kehidupan sehari-hari. Contoh-contoh dari perbuatan baik tersebut antara lain sebagai berikut :

  • Beriman kepada Allah
  • Beriman kepada malaikat, kitab-kitab dan para nabi
  • Menunaikan zakat
  • Mendirikan shalat
  • Berakhlak mulia
  • Menepati janji
  • Sabar dalam penderitaan
  • Bekerja dengan tekun untuk menafkahi keluarga
  • Suka menabung dan tidak berlaku boros
  • Menjauhi segala hal yang sia-sia
  • Berfikir kritis
  • Menjauhi segala hal-hal yang dilarang Allah SWT
  • Mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya
  • Bersedekah dengan harta yang paling baik
  • Bersikap amanah
  • Memberi harta yang dicintainya kepada karib kerabat yang membutuhkannya.
  • Memberikan bantuan kepada anak yatim.
  • Memberikan harta kepada musafir yang membutuhkan.
  • Memberi harta kepada orang-orang yang terpaksa meminta-minta.
  • Memberikan harta untuk memerdekakan hamba sahaya.
  • Menjalankan ibadah yang telah diperintahkan Allah dengan penuh keikhlasan.
  • Menunaikan zakat kepada orang yang berhak menerimanya.
  • Menepati janji bagi mereka yang mengadakan perjanjian. Akan tetapi, terhadap janji yang bertentangan dengan hukum Allah (syariat islam) seperti janji dalam perbuatan maksiat, maka janji itu tidak boleh (haram) dilakukan
  • Menganjurkan orang untuk memberi makan
  1. Tata Cara
  2. Melalui Lembaga, yayasan, maupun organisasi penyalur dana untuk para duafa

Contohnya: Dompet Dhuafa, BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), Rumah Zakat

  1. Bertemu langsung dengan para duafa
  2. Keutamaan
  3. Allah SWT akan menyelamatkan ia dari berbagai kesusahan di hari kiamat serta diberikan kegembiraan dikala manusia yang lainnya mengalami kesulitan.

tbqßJÏèôÜãƒur tP$yè©Ü9$# 4’n?tã ¾ÏmÎm7ãm $YZŠÅ3ó¡ÏB $VJŠÏKtƒur #·ŽÅ™r&ur ÇÑÈ

  $oÿ©VÎ) ö/ä3ãKÏèôÜçR Ïmô_uqÏ9 «!$# Ÿw ߉ƒÌçR óOä3ZÏB [ä!#t“y_ Ÿwur #·‘qä3ä© ÇÒÈ

 $¯RÎ) ß$$sƒwU `ÏB $uZÎn/§‘ $·Böqtƒ $U™qç7tã #\ƒÌsÜôJs% ÇÊÉÈ

  ãNßg9s%uqsù ª!$# §ŽŸ° y7Ï9ºsŒ ÏQöqu‹ø9$# öNßg9¤)s9ur ZouŽôØtR #Y‘rçŽß ur ÇÊÊÈ

Artinya:

8) dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.

9) Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.

10) Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan Kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.

11) Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.

  1. Pengurus anak yatim akan bersama Rasulullah SAW tinggal dalam surg Sebagaimana sabda beliau yang artinya:

“Aku dan yang mengurus anak yatim di surga seperti ini, beliau memberikan isyarat dengan kedua jarinya yaitu jari telunjuk dan jari kelingking” (HR. At Tirmidzi)

  1. Melembutkan hati yang keras, hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ia berkata:

. “Sesungguhnya seseorang datang mengadu kepada Rasullah r atas keras hati yang dialaminya, beliau bersabda: Usaplah kepala anak yatim dan beri makanlah orang-orang miskin”. (HR. Ahmad).[7]

  1. Ganjaran

Allah SWT menjanjikan dalam Al Quran bahwa mereka yang berbuat baik, memenuhi hak, dan tidak melanggar larangan terhadap kaum dhuafa akan diberi ganjaran. Ganjaran itu antara lain adalah:

  1. Menyebut mereka sebagai orang yang berbakti, benar imannya, dan orang yang ,                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        bertakwa kepadaNya (al Baqarah:177)
  2. Sebagai orang yang telah melakukan pendakian (perjuangan dijalan Allah) (al Balad:12-16)
  3. Mereka dipelihara dari kerusakan dan kehancuran, wajah mereka jernih, hati mereka senantiasa bergembira (kebahagiaan di dunia)
  4. Memperoleh surga (kebahagiaan di akhirat) (al Insaan:7-12)
  5. Dihapuskan sebagian kesalahan mereka (al Baqarah:271)
  6. Mendapatkan ridha Allah (ar Ruum:38)
  7. Termasuk golongan kanan (al Balad:18)
  8. Sanksi
    Dalam al Quran, Allah SWT juga telah menetapkan sanksi kepada orang-orang yang tidak mau berbuat baik, merampas hak-hak kaum dhuafa, dan melanggar larangan terhadap mereka. Sanksinya antara lain:
  9. Berdosa besar (an Nisaa’:2)
  10. Mendapat azab di dunia dan akhirat (al Fajr:18-33)
  11. Akan dimasukkan ke dalam api neraka (adz Dzaariyaat:15)
  12. Mendapat siksa dalam neraka (al Fajr:15,23)
  13. Menelan api sepenuh perutnya dan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (an Nisaa’:10)
  14. Dicap sebagai pendusta agama (al Maa’uun:1)
  15. Rezekinya dibatasi (al Fajr:15-16)
  16. Dimasukkan ke dalam golongan kiri dan berada dalam neraka yang ditutup rapat(al Balad;19-20)
  17. Mendapatkan teguran Allah (‘Abasa:1-2).[8]


BAB III

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Menyantuni kaum dhuafa ialah memberikan harta atau barang yang bermanfaat untuk dhuafa.

Macam-macam golongan yang dikategorikan dhuafa yaitu:

  1. Anak-anak yatim, orang-orang miskin, ibnussabil (musafir), orang yang meminta-minta, hamba sahaya (al-Baqarah: 177)
  2. Tunanetra, orang cacat fisik, orang sakit (an Nuur: 61)
  3. Manusia lanjut usia (al Israa’: 23)
  4. Janda miskin (al Baqarah: 240)
  5. Orang yang berpenyakit sopak (lepra) (Ali Imran: 49)
  6. Tahanan atau tawanan (al Insan: 78)
  7. Mualaf, 2Orang-orang fakir, orang-orang yang berutang (gharimin), orang yang berjuang di jalan Allah (fii Sabilillah) (at Taubah: 60)
  8. Buruh atau pekerja kasar (ath Thalaq: 6)
  9. Nelayan (al Kahfi:79)
  10. Rakyat kecil yang tertindas (an Nisaa’:75)
  11. Anak-anak kecil dan bayi (al An’aam:140).[9]

Dalil Al-qur’an untuk menyantuni para dhuafa terdapat dalam Q. S. Al-Isra’: 26-27 dan Q. S. Al-Baqarah: 177.

Diantara keutamaan menyantuni para dhuafa yaitu:

  1. Allah SWT akan menyelamatkan ia dari berbagai kesusahan di hari kiamat serta diberikan kegembiraan dikala manusia yang lainnya mengalami kesulitan
  2. Pengurus anak yatim akan bersama Rasulullah SAW tinggal dalam surga


  1. Melembutkan hati yang keras

Dalam al Quran, Allah SWT juga telah menetapkan sanksi kepada orang-orang yang tidak mau berbuat baik, merampas hak-hak kaum dhuafa, dan melanggar larangan terhadap mereka. Sanksinya antara lain:

  1. Berdosa besar (an Nisaa’:2)
  2. Mendapat azab di dunia dan akhirat (al Fajr:18-33)
  3. Akan dimasukkan ke dalam api neraka (adz Dzaariyaat:15)
  4. Mendapat siksa dalam neraka (al Fajr:15,23)
  5. Menelan api sepenuh perutnya dan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (an Nisaa’:10)
  6. Dicap sebagai pendusta agama (al Maa’uun:1)
  7. Rezekinya dibatasi (al Fajr:15-16)
  8. Dimasukkan ke dalam golongan kiri dan berada dalam neraka yang ditutup rapat(al Balad;19-20)
  9. Mendapatkan teguran Allah (‘Abasa:1-2).
  10. Saran

Sebagai makhluk Allah yang hidup di bumi Allah ini. Sudah selayaknya kita memperhatikan keadaan orang-orang di sekitar kita, dengan menyisihkan uang kita untuk mereka yang membutuhkan. Baik melalui sebuah lembaga, yayasan, organisasi penyalur dana untuk para duafa maupun tidak. Bagaimana mungkin kita bisa tidur dengan nyenyak sementara kita tahu bahwa ada saudara kita yang kelaparan.

PPT KAUM DUAFA

 

DAFTAR PUSTAKA

Al Mahalli, Jalaluddin dan Jalalludin As- Suyuti. Tafsir Jalalain Jilid 1, Bandung: Penerbit Sinar Baru Al gensindo, 2014.

http://multiinsanmandiri.org/keutamaan-menyantuni-kaum-dhuafa/, 16 April 2017, 14: 12.

http://makalah-pai-menyantuni-kaum-dhuafa.blogspot.co.id/2014/12/makalah-menyantuni-kaum-dhuafa.html, 18 April 2017, 16: 35.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama, 2007.

Qardhawi, Yusuf. Teologi Kemiskinan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002

[1]http://makalah-pai-menyantuni-kaum-dhuafa.blogspot.co.id/2014/12/makalah-menyantuni-kaum-dhuafa.html, 18 April 2017, 16: 35.

[2] http://makalah-pai-menyantuni-kaum-dhuafa.blogspot.co.id/2014/12/makalah-menyantuni-kaum-dhuafa.html, 14 April 2017, 16: 05

[3] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Departemen Agama: Jakarta, 2007), hlm. 592. [4] Jalalludin Al Mahalli dan Jalalludin As- Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 2, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Al gensindo, hlm. 1172-1173)

[5] Ibid

[6] Jalalludin Al Mahalli dan Jalalludin As- Suyuti, Tafsir Jalalain Jilid 1, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Al gensindo, hlm. 192-193)

[7] http://multiinsanmandiri.org/keutamaan-menyantuni-kaum-dhuafa/, 16 April 2017, 14: 12.

[8] Yusuf Qardhawi. Teologi Kemiskinan.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002), hlm. 215

[9] Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Departemen Agama: Jakarta, 2007), hlm. 59